KILAS BALIK SEJARAH HARI PENDIDIKAN NASIONAL
Di zaman modern ini, dunia sudah terfokus pada pendidikan. Karena pendidikan, banyak orang menciptakan inovasi untuk membantu mereka beraktivitas seperti kendaraan bermotor, telepon genggam, dan alat canggih lainnya merupakan buah dari pendidikan yang diberikan dari generasi ke generasi terdahulu.
Sekarang, kita memiliki hak untuk belajar. Dimana saja, siapa saja dan kapan saja kita bisa belajar tanpa ada larangan. Namun tidak sedikit diantara kita yang seringkali malas ke sekolah karena pelajarannya yang rumit, rasa bosan dan perasaan lainnya yang membuat kita enggan untuk mengenyam pendidikan. Kita sebenarnya termasuk beruntung karena kita bisa mengenyam pendidikan karena keadaan orangtua yang bisa membiayai pendidikan kita. Tapi lihatlah teman-teman kita yang kurang mampu, apakah mereka merasakan hal yang sama seperti yang dirasakan oleh kita? Untuk bertahan hidup saja sudah mereka harus membanting tulang dan rela putus sekolah demi membantu perekonimian keluarganya. Akibatnya mereka kehilangan haknya untuk mengenyam pendidikan tidak seperti kita yang mampu bersekolah saat ini.
Coba bandingkan dengan era penjajahan, hanya orang dari keturunan konglomerat yang boleh mengenyam pendidikan namun untuk warga biasa, pendidikan tidak boleh diberikan bahkan dilarang. Akibat penjajahan, rakyat Indonesia semakin diperas kekayaan alam kita oleh kuku tajam para penjajah serta mudahnya rakyat Indonesia masuk perangkap oleh tipu daya karena kurangnya pengetahuan. Hal ini tentu saja membuat rakyat Indonesia semakin terpuruk akibat keserakahan para penjajah.
Tentu saja hal ini membuat Darah Biru dari Keraton Yogyakarta terguggah hatinya untuk mencerdaskan rakyat pribumi. Beliau adalah Suwardi Suryadiningrat atau lebih kita kenal dengan Ki Hadjar Dewantara. Meskipun ia keturunan bangsawan, Ki Hadjar Dewantara tidak pernah menonjolkan gelar kebangsawanannya. Ia selalu menganggap dirinya rakyat biasa. Semangat kebangsaan Ki Hadjar Dewantara tampak sejak beliau masik kanak-kanak.
Ki Hadjar Dewantara menamatkan Sekolah Dasar di ELS (Sekolah Dasar Belanda), kemudian melanjutkan ke STOVIA (Sekolah Dokter Bumiputera) namun karena sakit ia tidak sampai tamat. Ia kemudian menjadi wartawan di beberapa surat kabar diantaranya Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer dan Poesara. Tulisan-tulisan Ki Hadjar Dewantara pada surat kabar tersebut sangat komunikatif dan tajam sehingga mampu membangkitkan semangat patriotik dan antikolonial bagi rakyat Indonesia saat itu.
Selain itu, karya-karya Ki Hadjar Dewantara yang menjadi landasan dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia diantara adalah kalimat-kalimat filosofis yang sampai saat ini menjadi slogan pendidikan yang digunakan hingga saat ini yaitu:
· "Ing Ngarso Sung Tulodo" yang berarti Didepan memberi teladan
· "Ing Madyo Mangun Karso" yang berarti di tengah memberi bimbingan
· "Tut Wuri Hadayani" yang berarti di belakang memberi dorongan
Meskipun ia diasingkan oleh Belanda, ia tidak begitu mudah menyerah untuk mewujudkan keinginannya yaitu mencerdaskan bangsa. Sekembalinya dari pengasingan, Ki Hadjar Dewantara mendirikan sebuah perguruan bercorak nasional yang bernama Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Tamansiswa. Dari sinilah lahir konsep pendidikan nasional hingga Indonesia merdeka.
Ketika Indonesia sudah merdeka, Ki Hadjar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Pengajaran Indonesia dalam kabinet pertama Republik Indonesia. Ia juga mendapat gelar doktor kehormatan (doctor honoris causa, Dr.H.C.) dari Universitas Gadjah Mada pada tahun 1957.
Dua tahun setelah mendapat gelar Doctor Honoris Causa, tepatnya pada tanggal 28 April 1959
Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia di Yogyakarta. Atas jasanya dalam merintis pendidikan di Indonesia, Ki Hajar Dewantara dinyatakan sebagai Bapak Pendidikan Nasional Indonesia dan perjuangan itulah yang kita peringati sebagai Hari Pendidikan Nasional dan bertepatan dengan hari kelahiran Ki Hajar Dewantara yaitu tanggal 2 Mei. Pada tanggal 28 November 1959, ia di kukuhkan oleh presiden Soekarno sebagai Pahlawan Nasional.
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya dan sejarah negaranya. Semoga hari Pendidikan Nasional ini membawa harapan untuk pendidikan Indonesia agar makin maju kearah yang lebih baik serta dapat mencerdaskan anak bangsa.
Tiada ulasan:
Catat Ulasan